
Pada
suatu hari di tahun 1993. Basyah pulang dari sawah dengan sekarung pakan lembu
jantannya. Bertepatan di tingkungan jalan menuju sekolah. Basyah melihat Maya.
Karung pakan lembu di letakkan di pinggiran jalan begitu saja. Maya bersama
rekan putri yang lain, tak tersirat apa-apa dalam benak akan kemungkinan
terjadi sesuatu, padahal Basyah sedang mengekori mereka dengan sepeda yang di
dorongnya.
Satu
persatu teman Maya, sampai di rumah. Maya yang rumahnya di ujung lorong, kini
tinggal sendiri berjalan dengan di ekori Basyah. Setibanya maya di rumah. Basyahpun
menghentikan gerak langkahnya, lalu menatap Maya yang sedang membuka sepatu
sekolah. Maya membuka pintu dan masuk kerumah, Basyah membalikkan sepeda dan pulang, dengan senyuman dan beberapa kali menggeleng kepala.
“Hai
siapa kamu? Kok senyum sendiri?” Tanya seorang kakek.
“Oh.
Saya Basyah kek.” Jawabnya berlahan.
“Mengapa
tersenyum sendiri? Dan untuk apa kemari?”
“Saya
senang kek. Saya baru saja mengantarkan Maya pulang dari sekolahnya. Saya
pulang kek. Wassalamualaikum”
“Waalaikumsalam.”
Tgk. Daud tercengang, mendengar kalimat yang di jawab Basyah, seolah dia tak
percaya, kalau anak gadisnya yang masih ingusan itu di antar oleh seorang
lelaki yang empat puluh tahun lebih tua dari anaknya, bahkan dengan pakaian
berlumpur. Yang sangat tidak dia mengerti, mengapa maya mau diantar si lelaki
tua itu. Diapun tidak mau ambil pusing, lalu disimpulkan dengan kata-kata
“Kalau memang sudah cinta apapun bisa terjadi, kalau memang jodoh kemana pergi
akan bertemu juga.” Diapun sedikit tersenyum dengan menggelengkan kepalanya.
Dalam
perjalanan pulang Basyah begitu santai mengayuh sepeda. Lorong bebatuan dan
beberapa bagian badan jalan terendam air, yang membuat sepeda Basyah bersuara
“Geureukhek..khek..khek,..khek...Geureudhing...dhing..dhienn..” Terus terdengar
disepanjang lorong kampung Maya, Basyahpun
bersiul dengan menyanyikan lagu P. Ramle, “
Kalau
jodo takkan kemana, adinda idaman kanda. Biar gelap alam maya kucari dinda baru
jumpa. Mengapa kurindu sayu, adinda kutungu-tunggu. Walau aral datang
menghalang dinda rindu tetap kusayang, kalau jodoh tak kemana....”
Di hari
berikutnya. Basyah masih saja mengekori Maya, seolah mengantarkan Maya ke
rumah. Hal ini berlangsung selama belasan hari saja. Melihat kecerian Basyah.
Kakak tertuanya terheran-heran, lalu dia membatin “Tidak sepertinya Basyah
seperti ini.”
Keluarga Basyahpun mengelar rapat, dari berbagai pertimbangan termasuk
mengingat umur Basyah yang sudah berkepala empat. Merekapun memutuskan
menanyakan Basyah tentang janjinya setahun yang lalu, bahwa ia akan menikah di
tahun ini.
“Basyah.
Katakan yang sebenarnya.! Apakah benar, kamu mau menikah di tahun ini,
sebagaimana janji kamu setahun lalu.?”
“Ya Kak.
Basyah sudah siap dan wanita itu adalah Maya. Anak tetangga kampung kita. Dia
bersekolah di SMP belakang rumah kita”
“Wadduh...masih
SMP. Basyah..Basyah, bercerminlah kamu. Mana mau diakan masih anak-anak,
sedangkan kamu.”
“Kak.
Kalau jodoh takkan kemana. Ingat itu. Aku menyukainya, aku hanya akan menikah
sama dia, bukan dengan yang lain titik.”
Kakak
Basyah menghela nafas panjang. “Anak siapa dia.?”
“Aku
hanya mengetahui rumahnya saja. Biar Kakak, saya yang antarkan kerumah Maya,
aku akan berdiri jauh beberapa puluh meter dari rumah itu.”
“Baiklah.
Ayo kita pergi.”Mereka
tiba di Rumah Maya. Dari jauh Basyah melihat Tgk. Daud berdiri dan menyambut
Kakak Basyah. Basyah sangat terkejut melihat pemandangan itu. Kakak Basyah
masuk kedalam, setelah Basyah menunggu belasan menit, matanya kembali melihat
pintu rumah Maya. Tiba-tiba, dari arah pintu keluar Kakak Basyah, di susul Tgk.
Daud dan Isterinya begitu juga dengan Maya berdiri berbaris di depan pintu,
arah telunjuk Kakak Basyah di arahkan padanya. Basyah dengan spontan berpaling
malu-malu.
Hanya
hitungan menit, Kakaknya Basyah berada di belakang sepeda. Basyah mendayung
sepeda. Beberapa kali Basyah menanyakan mengenai tanggapan keluarga Maya atas
pinangannya. Namun jawaban sang Kakak tetap sama nyakni di jawab sesampainya
dirumah nanti. Basyahpun melajukan sepeda dengan kencang. Sesampainya di rumah,
memarkirkan kereta langsung memegang tangan Kakaknya.
“Katakan
Kak. Apa jawaban Tgk. Daud dan bagaimana tanggapan Maya, apakah dia mau menjadi
isteriku?” Kakak Basyah hanya terdiam, wajahnya terlihat sangat kebingungan.
“Kok
bisa ya...” Kalimat yang sempat beberapa kali keluar dari mulut Kakak Basyah.
“Memangnya
kenapa..Kak.?”
“Kok
bisa ya..Tgk. Daud menyetujui pernikahan ini, dan mereka berharap bisa
dilangsungkan pernikahan hari kamis lusa.”
“Alhamdulillah..”
Pernikahanpun
berlangsung dengan sederhana. Dua tahun pernikan, mereka di karunia seorang
anak perempuan, lima tahun pernikahan mereka dikarunia seorang anak perempuan
lagi dan tahun ke delapan pernikan mereka di karunia seorang putra dan Mayapun
meninggal Dunia.
Meninggalnya
Maya, menjadikan hidup Basyah suram. Terasa separuh badannya hilang, kini dia
menghidupi ketiga anaknya. Sabar dan tabah membalut keluarga besar Tgk. Daud,
mereka bersama-sama membina dan membimbing anak Maya dan Basyah. Hari-hari
mereka penuh dengan senyum dan kata-kata senda yang di lontarkan pada sang
ayah.
Sangat
sering para sahabat dekat Basyah menyarankan agar ia menikah lagi. Namun Basyah
dengan lantang menjawab. “Tidak akan pernah menyukai dan jatuh cinta, pada
wanita manapun.”
“Ah.
Yang benar kamu Basyah.”
“Beu
dicang legeulanteu jeut hana kugalak le.”
Pada
suatu hari selesai upacara 17 Agustus. Basyah yang baru pulang dari pasar Ibu
Kota Kecamatan, melintasi di depan jalan lapangan. Banyaknya anak-anak yang
baru keluar dari lapangan membuat Basyah harus mendorong sepedanya.
Mata
Basyah secara tak sengaja terarah, kepada seorang gadis cantik dan mulus, yang
masih duduk di bangku SMA. Kurumunan anak-anak di jalan telah dilewatinya, tapi
Basyah masih saja mendorong kereta, gadis itu hanya berjalan sendiri, hanya
beberapa puluh meter diapun sampai di rumah.
Dengan
hati riang. Basyah mendayung santai sepedanya, bersiul dan menyanyikan lagu P.
Ramle dengan judul “Kalau Jodoh takkan
Kemana”Di jalan menuju kampungnya, yang di himpit sawah yang sedang
menguning. Langit mendung, sesekali kilat dan petir menyambar, Namun Basyah
tetap dengan santai mengayuh sepedanya sambil membayangi wajah gadis yang baru
saja masuk ke dalam pekarangan rumah, Nyanyian P. Ramle, terus saja
dinyanyikan. Tiba-tiba Gurutreum..
Dengan
bantuan beberapa masyarakat setempat, Basyah dilarikan ke rumah sakit. Dengan
upaya yang dilakukan para dokter, Basyah kini sembuh total setelah menjalankan
beberapa kali operasi kulitnya yang terbakar, akibat disambar petir.
Pada
suatu sore, aku dan Basyah duduk di balai kemanan kampung, beberapa remaja
putri yang tidak kami kenal, berserahgam biru mendatangi dan menanyakan rumah
Tgk. Keuchik, saat mereka berbalik, aku membisiki Basyah.
“Hei..
Kaulihat gadis-gadis tadi.”
“Ya. Ada
apa?”
“Wah
begitu cantik-cantiknya mereka.”
“Ah.
Kamu ini, kalau masih gadis kambing aja kita solek, kelihatan cantik.”
“Huhahaha...ada..ada
saja kamu Basyah. Memang kamu cocok di gelar dengan nama Basyah Geulanteu
cang.”[].
Bluek, 14 Maret 2015Nama Pena : Jabal Bluek
Nama Adm: Muhammad Jabannur, SHI, MAP
Pekerjaan : ASN di Jajaran Pemerintah Pidie
No comments:
Post a Comment